Sabtu, 01 Mei 2010

Kaum Buruh Indonesia : Sebuah Analisa Untuk Perbaikan

Buruh adalah semua manusia yang menggunakan tenaga, pikiran, dan usahanya untuk nekerja dan mendapatkan upah/penghasilan.

Kaum Buruh, kaum ini merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Mereka pernah begitu "berkuasa" ketika jaman 1945-1966. Mereka jugalah golongan masyarakat dengan jumlah yang sangat besar. Tetapi saat ini, kaum yang besar ini sedang lemah, kalau tidak sedang dilemahkan.Mereka seolah tidak mempunyai hak dalam berbagai hal, mulai dari penentuan upah kerja, penentuan jam kerja, hari libur, kesejahteraanmaupun kebijakan-kebijakan lainnya. Tapi sebenarnya apa yang membuat Kaum Buruh saat ini begitu lemah dan tidak berdaya melawan segala ketidakadilan yang mereka alami?

Menurut Saya ada beberapa faktor yang menyebabkan kaum buruh tidak berdaya melawan berbagai ketidakadilan yang mereka alami, yaitu :
1. Kebijakan Pemerintah
Sebagai satu-satunya "Pengayom" mereka, pemerintah malah sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan Kaum Buruh. Mulai dari outsourching, pembatasan upah minimal yang tidak koheren dengan batas kelayakan hidup, kenaikan gaji berkala yang sering diperlambat, maupun tunjangan dan jaminan kesehatan yang tidak diatur secara tegas. Banyaknya kecurangan yang berakibat kepada buruknya nasib buruh adalah buah dari ketidaktegasan pemerintah dalam mengatur hal-hal tersebut.

2. Kematian Organisasi Buruh
Mungkin sekarang memang banyak ornop-ornop yang mulai bergeliat untuk memperjuangkan nasib kaum buruh, tetapi kurangnya konsolidasi dan seringnya ornop tersebut berafiliasi dengan partai politik tertentu, terutama saat pemilu (untuk mendapat simpati dan dukungan kaum buruh) sehingga kaum buruh sendiri tidak merasa terwakili dengan adanya ornop-ornop buruh tersebut. Ketika pada jaman OrLA kaum buruh begitu kuat, karena organisasi yang menaungi buruh benar-benar menyatu dan berserikat dengan buruh, sehingga kaum buruh mempunyai 1 suara yang mutlak dan samauntuk suatu masalah. Tetapi sekarans kesatuan itu seolah hilang tak berbekas, lihat saja masih banyak di televisi kita lihat seringnya untuk berdemonstrasi saja tidak semua buruh mau melakukannya, bahkan sampai ada anggota ornop tersebut yang memaksa para buruh yang sedang bekerja untuk berhenti dan berdemonstrasi bersama. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya koordinasi dari organisasi buruh dengan buruh itu sendiri.

3. Perbandingan Jumlah Pekerja dan Lowongan Pekerjaan yang tidak sepadan
Pernah seorang CEO perusahaan asing ditanyakan masalah begitu rendahnya upah yang diberikan kepada pekerja di Indonesia, dia pun menjawab, “Kalau mereka tidak mau digaji dengan sebesar itu, toh masih banyak pengangguran di luar pagar perusahaan yang mengantri untuk pekerjaan ini”. Hal tersebut merupakan sebuah bukti nyata bahwa lemahnya posisi tawar seorang buruh disebabkan karena begitu tidak sepadannya jumlah pekerjaan dan pelamar kerja di Indonesia.

4. Globalisasi dan Kapitalisme Modern
Globalisasi dan Kapitalisme Modern merupakan salah satu penyebab kenapa nasib buruh begitu buruk. Dalam suatu kondisi dimana para investor dan pengusaha dapat memindahkan aset dan modalnya begitu cepat, menembus batas-batas wilayah negara, akan sangat sulit untuk meningkatkan value dari seorang buruh. Sebut saja seandainya di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada kaum buruh, atau seandainya kaum buruh terlalu frontal dan keras menuntut hak dan kesejahteraan mereka, para investor dan pemilik perusahaan akan dengan mudah meninggalkan Indonesia, dengan alasan keamanan maupun stabilitas yang tidak mendukung perkembangan industri.Toh diluar sana (baca : China, Vietnam, atau negara-negara berkembang lainnya) akan sangat menanti mereka.


5. Pembunuhan Karakter Buruh Itu Sendiri

Karakter buruh yang dimaksudkan disini adalah rasa kepercayaan diri dari kaum buruh bahwa mereka, bila bersatu, memiliki pengaruh yang cukup kuat baik dalam perusahaan maupun pemerintahan. Kaum Buruh telah terlalu lama disuguhkan pemahaman dan ide bahwa gerakan buruh selalu sama dengan komunis (terutama saat ORBA). Hal ini tentu sangat berpengaruh secara psikologis kepada buruh, sebagai golongan yang dilahirkan dalam kekangan politik yang memaksakan satu paham politik, yaitu : Pancasila (versi Penguasa) kaum buruh tentu akan sangat ketakutan dianggap sebagai Komunis. Padahal tidak ada korelasi yang bernilai dan dapat dipertanggungjawabkan bahwa setiap gerakan buruh adalah identik dengan komunis. Tentu saja saat ini pemahaman itu telah berangsur-angsur hilang, tetapi begitu kuatnya pemahaman itu membuat sampai sekarang kaum buruh masih takut untuk melakukan aksi demonstrasi (didukung oleh faktor-faktor lain padapoin-poin sebelumnya).


6. Tidak Adanya Perwakilan Buruh dalam Pemerintahan yang Berkuasa

Walaupun banyak Partai Politik yang mengaku membela kaum buruh, tetapi pada realitanya tidak ada satu partai pun yang benar-benar membela Kaum Buruh. Beberapa partai bergelar “Buruh” memang pernah muncul dalam beberapa kali pemilihan umum, tetapi rendahnya suara (yang disebabkan berbagai hal, salah satunya adalah tidak adanya korelasi nyata antara “Partai Buruh” dengan Kaum Buruh itu sendiri) sehingga menyebabkan merekatidak bisa menembus kerasnya dinding kursi pemerintahan. Tentu saja dengan tidak adany perwakilan buruh di pemerintahan secara tidak langsung menyebabkan tidak tersampaikannya aspirasi buruh yang sesungguhnya kepada pemerintah. Hal tersebut diperparah pula dengan pengaruh kaum kapitalis yang begitu kuat dalam penetapan kebijakan pemerintah, sehingga seringkali kebijakan-kebijakan pemerintah malah menyengsarakan kaum buruh itu sendiri.

Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah :
1.Untuk Pemerintah
a. Buatlah kebijakan-kebijakan yang benar-benar membela Kaum Buruh. Hal ini tentu dapat diwujudkan bila Pemerintah benar-benar paham dan mengerti akan kehidupan buruh itu sendiri.

b. Lindungilah buruh terutama bila buruh sedang melaksanakan demonstrasi, karena seringkali pada saat terjadi aksi buruh, pemerintah (Pihak Kepolisian) melakukan pembelaan sepihak untuk pengusaha maupun perusahaan.

c. Pemerintah harus bisa menciptakan lapangan-lapangan kerja yang sesuai atau sepadan dengan banyaknya kaum pencari kerja di Indonesia.

2. Untuk Perusahaan
a. Berdasarkan pada prinsip collective coligial, dimana antara kaum buruh dan perusahaan mempunyai hubungan yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan, janganlah perusahaan melakukan atau mengeluarkan kebijakan dan peraturan yang menyengsarakan buruh. Karena begitu longgarnya peraturan pemerintah untuk masalah kesejahteraan buruh, sehingga diharapkan perusahaan tidak menggunakan kelonggaran ini untuk menindas buruh.

b. Perlakukanlah buruh sesuai dengan hak dan berikan kesejahteraan yang sesuai untuk batas-batas kemanusiaan.


3. Untuk Kaum Buruh

Adanya sebuah persatuan dan organisasi yang kuat dan berpengaruh untuk semua golongan, baik daerah maupun tingkatan, buruh adalah kebutuhan nyata bila Kaum Buruh Indonesia benar-benar ingin memperbaiki nasib mereka. Sehingga sebenarnya begitu lemahnya kaum buruh sendiri adalah karena kurangnya rasa persatuan dan kepercayaan diri mereka pada identitas dan kemampuan mereka sendiri.
Tujuan utama dari penulisan artikel ini bukanlah untuk memperpanas maupun mengkonfrontasi kaum buruh untuk “membangkang”kepada perusahaan ataupun pemerintah, karena pada dasarnya antara kaum buruh, perusahaan, dan pemerintah adalah 3 pilar yang saling membutuhkan dan menguntungkan satu sama lain. Bayangkan betapa hebatnya ketika suatu saat di Indonesia antara Kaum Buruh, Pemilik Modal, dan Pemerintah dapat bersatu padu dan mempunyai satu kesamaan dalam hal visi, misi, dan dapt saling percaya dan menguntungkan satu sama lain.

Sampai saat ini kita semua masih berjuang untuk mewujudkan keadaan itu, tapi sampai kapan???